Rabu, 10 Juni 2009

Gereja dan Kehidupan yang layak

MASA DEPAN MANUSIA DI TANGAN TUHAN
(Baca: “Masa Pensiun Pendeta di Tangan Jemaat!)
Pdt.Revelindo Panggabean,STh
“Ya dan amin ! Pasti terucap dalam hati seluruh pembaca yang
budiman saat membaca judul utama di atas. Masyah iya sih ?!
opini ini pastilah menyusul muncul di benak pembaca setelah
B agaimana kehidupan kami di masa tua nanti….apa yang
akan kami alami?? Sejak awal hal ini tidak pernah
terpikirkan dalam benak seseorang yang memilih
kependetaan sebagai jalan hidupnya.
⇒ Idealisme Pelayanan yang Bergeser
Tinggi Ilmu - Tinggi iman - Tinggi Pengabdian adalah motto
Sekolah Tinggi Teologia – tempat sebagian pendeta GKPI
menyelesaikan study S-1 dan S-2 teologi–yang tentunya masih
sangat kuat terpatri di dalam hati alumnusnva saat memulai
masa Vikaris di GKPI. Bahkan ketika ditabalkan menjadi
pendeta di GKPI motto itu pasti semakin dalam tertanam
sehingga semakin memotivasi semangat pengabdian melayani
sebagai seorang pendeta.
Berbekal SK penempatan, seorang pendeta memasuki ladang
Tuhan dalam idealisme “…aku tidak tinggi hati, dan tidak
memandang sombong; aku tidak mengejar hal-hal yang terlalu
besar atau hal-hal yang terlalu ajaib bagiku” karena
“sesunggguhnya, aku telah menenangkan dan mendiamkan
jiwaku” untuk hal-hal yang terlalu besar dan ajaib tersebut (bnd.
Mazmur 131). Semangat menunaikan panggilan untuk
menggembalakan jemaat Allah “dengan sukarela sesuai dengan
kehendak Allah, jauh dari mencari keuntungan, tetapi dengan
pengabdian diri’. Pada perode ini ongkos hidup masih relatif
sederhana sehingga dapat terjangkau oleh seorang pendeta
muda. Demikian adanya pada dasawarsa pertama pelayanan
seorang pendeta. Seiring berjalannya waktu, seorang pendeta –
begitu juga jemaat, menerima satu demi satu kasih karunia
Allah; mulai dari jabatan Pendeta Resort, seorang istri kemudian
anak-anak. Sebagaimana layaknya warga jemaat, roda kehidupan
keluarga pendeta pun membutuhkan ongkos yang tidak berbeda.
Sekolah, Rumah sakit, Transportasi, Sandang-Pangan, pergaulan
adat-istiadat dan kebutuhan primer lainnya untuk hidup layak.
Tidak ada yang gratis atau special discount bagi keluarga
pendeta. Sementara kehidupan terus berlanjut dengan ongkos
hidup yang terus meningkat selaras dengan harga-harga
kebutuhan primer yang cenderung naik hari demi hari. Keadaan
ini mulai menggeser idealisme pengabdian pelayanan ke profile
service demi mempertahankan kehidupan “yang layak” bahkan
kalau bisa kehidupan “sangat layak”. Kondisi ini rnemaksa gaya
pendekatan duniawi – lobby-lobby dan upeti pun janji loyalitas
untuk mendapatkan SK penempatan baru saat mutasi periodik
tiba. Tentu saja dengan harapan yang “harus” menjadi
kenyataan ditempatkan ke resort yang sudah siap dituai ! Kalau
tidak..!! Tolak SK atau paling gampang, deserse dan jadilah
pendeta freelance (pendeta tanpa gereja). Tidak terasa lima
dasawarsa pelayanan berlalu, memasuki dasawarsa keenam mulai
terbayang masa pensiun yang kian dekat. Tersentaklah hati pada
kenyataan; belum tersedia sarana, terutama rumah tinggal untuk
kehidupan pasca pensiun. Belum lagi mendengar berita kawan
yang menerima tak lebih dan 400 ribu tiap bulan. Oh…
akankah cerita masa pensiun berakhir miris dan sepi tertatihtatih.
⇒ Elegi Di Masa Pensiun
Pada sekitar tahun 2003 di Jakarta Barat terjadi pembuldozeran
untuk menggusur rumah-rumah rakyat di atas areal tanah milik
pemerintah DKI. Salah satu rumah yang dihancurkan adalah
milik seorang pendeta GKPI yang sudah pensiun. Sang pendeta
pasrah dan akhirnya harus rela tinggal menumpang di rurnah
helanya. Seluruh warga jemaat Ibukota mengetahui peristiwa
yang menimpa pendeta; yang pemah mengkhotbahkan “Damai
sejahtera bagimu sepanjang masa di dunia ini ! Ironisnya…sang
pendeta dan keluarga justru pada masa tuanya tidak mengalami
damai sejahtera itu. Warga jemaat Ibukota memberi berbagai
komentar terhadap peristiwa penggusuran yang dialami sang
pendeta. Ada yang berkata “Kok pendeta menggarap tanah
pemerintah, itukan dosa ! Juga ada yang sekedar prihatin
“Kasihan pendeta kita hidup menderita saat pensiun! Diselidik
dan ditelisik, ternyata pendeta pensiunan itu terpaksa menggarap
tanah milik pemerintah untuk membangun rumah karena uang
yang dimilikinya saat pensiun hanya cukup untuk membeli
material bangunan tanpa sanggup membeli tanah. Ada harapan
bahwa sampai dia dan istrinya meninggal tanah itu belum
difungsikan pemiliknya, sehingga dia dan istrinya dapat tenang
tinggal di situ sampai ajal menjemput !
Seorang pendeta harus diberangkatkan jenazahnya dari rurnah
helanya padahal masa-masa aktifnya lebih banyak dikota-kota
propinsi dan ironisnya sang janda pendeta harus pula hidup
melanglang buana dari rumah hela yang satu ke rumah
parumaen yang lain. Seorang pendeta harus terus-menerus
menyisihkan waktu dan bertebal muka melobi jemaatnya agar
bisa rnembiayai biaya pengobatan anak tercinta yang menderita
penyakit kronis bertahun-tahun walau akhirya penyakit itu
merenggut nyawa sang anak. Seorang pendeta terpaksa memakai
uang setoran Target Pusat dan Persembahan Khusus ke Pusat
untuk melunasi biaya ujian akhir anak di perguruan tinggi dan
akhirnya diadili pengurus gereja kemudian harus pindah.Seorang
pendeta di kota besar menolak SK mutasi karena khawatir tak
mampu membayar kredit rumah jika pindah ke kota kecil.
Masih banyak kisah sedih keluarga pendeta di masa pensiun.
Haruskah kisah sedih ini berlanjut terus?!
2
2
⇒ Pelayan TUHAN Berhak Hidup dari Pelayanannya!
Kita setujuh dalil ini dan telah pula menjalankannya terhadap
para pelayan-pelayan fultimer di GKPI sebab Alkitab memang
memuatnya dengan jelas (baca: Galatia 6:6, 1 Kor 9:13-14).
Persoalannya adalah: Bagaimana kalau sudah tidak melayani lagi
(pensiun)? Dari mana kebutuhan hidup selanjutnya?
Memadaikah pensiunnya untuk kehidupan yang layak?
⇒ Persoalan Ekonomi
Sesungguhnya seorang pendeta tidak memungkinkan untuk
menyisihkan sedikit dari upahnya sebagai tabungan untuk masa
pensiun. Sebagai pendeta diharus focus rnelayani jemaat saja
artinya seluruh waktu, tenaga dan pikirannya harus difokuskan
melayani jemaat; tidak boleh ada kerja sampingan untuk
menambah income. Jadi upah yang diterima dari gereja hanya
dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari plus biaya sekolah
anak-anak perbulan (SPP). Persoalan ekonomi akan muncul saat
menghadapi tahun ajaran baru; saat anggota keluarga yang sakit
dan harus opname, bahkan ketika mengawinkan anak. Sepintas
diamati tidak ada masalah, padahal sesungguhnya sang pendeta
harus tebal muka melobi warga jemaatnya untuk dapat bantuan.
Paling pahit justru menutupi biaya di atas dengan berutang,
padahal seorang hamba Tuhan tidak boleh berutang !
Penulis se1au berkecil hati setiap kali bertemu dan berbincangbincang
dengan pendeta dari GKI, sebab jika perbincangan
sudah menyinggung soal ekonomi keluarga, tidak terdengar ada
keluhan terlontar darinya. Menurut pengakuannya, semua
kebutuhan keluarganya mulai dari rumah, dana kesehatan, biaya
pendidikan sampai Perguruan Tinggi dan lainnya, ditanggung
sepenuhnya oleh gereja yang dilayani. Dengan demikian sang
pendeta GKI tersebut dapat fokus melayani jemaat tanpa
terganggu memikirkan kebutuhan hidup keluarganya. Kapan
GKPI mencapai kondisi demikian?!
⇒ Upaya Mengatasi Masalah
Seorang warga jemaat di GKPI Bekasi pernah secara serius
menyampaikan salah satu cara yang dia anggap dapat mengatasi
masalah ekonorni keluarga pendeta terlebih saat menghadapi
situasi yang tidak terduga. Cara tersebut adalah dengan
membentuk :
Asuransi Bersama Keluarga Pekerja (Full Timer) GKPI.
Asuransi ini mencakup dua hal utama yaitu bidang kesehatan
dan pendidikan anak. Idealnya asuransi harus dikelola oleh
Kantor Pusat, untuk itu Pusat harus mempersiapkan :
♦ Departernen / Bagian Urusan Asuransi di Kantor Pusat
♦ Managemen khusus per-asuransi-an
♦ dan SDM professional yang Full Timer. (Menerima upah
sesuai aturan).
Jika hal di atas tercapai maka diharapakan keluarga pekerja
GKPI dapat :
♦ Mengatasi persoalan dana kesehatan
♦ Mengatasi kesulitan tahun ajaran baru sekolah.
Asuransi di atas adalah diperuntukkan bagi pekerja GKPI yang
masih aktif dan tidak berlaku bagi yang sudah pensiun. Lalu
bagaimana dengan yang sudah pensiun?
Sebagai apresiasi terakhir bagi pekerja GKPI yang akan pensiun,
maka sepantasnyalah dilakukan satu kali secara serentak :
⇒ Persembahan khusus seluruh Jemaat GKPI se-Indonesia untuk:
♦ Pekerja GKPI yang meninggal dalam masa aktif,
♦ Pekerja GKPI yang memasuki masa Pensiun
Sepanjang GKPI berdiri belum pernah lebih dari 5 (lima,) orang
pekerja GKPI yang pensiun dalam tahun yang sama. Oleh
karena itu adalah hal yang mungkin jika GKPI melakukan
Persembahan KHUSUS untuk pekerja GKPI yang memasuki
masa pensiun. Mencermati almanak GKPI 2008, di dalamnya
ada daftar persembahan khusus 2008 namun pada bulan April,
Juni, Juli dan September tidak ada Persembahan Khusus
dijadwalkan. Jika warga jemaat GKPI peduli dan tergerak hati
serta perasaannya untuk memperhatikan kehidupan masa
pensiun pekerja GKPI maka masih ada bulan yang kosong
dalam setiap tahun yang dapat dijadikan jadwal untuk
Persembahan Khusus bagi yang PENSIUN.
Seberapapun persembahan yang terkumpul dari seluruh jemaat
GKPI se-Indonesia harus disampaikan kepada yang pensiun
tersebut. Diharapkan hasilnya dapat dipergunakan untuk
membeli rumah tinggal yang sederhana, sehingga pendeta dan
istrinya tidak harus lagi melanglang buana dari rumah hela ke
rumah parumaen selama masa pensiunnya. Dengan demikian
GKPI telah menghantar para pekerjanya memasuki masa
pensiun di mana yang bersangkutan benar-benar menikmati
masa pensiun yang tenang: menjadi TUAN DI RUMAH
SENDIRI ! Dan “Sya… bas..ss… s…na mar-GKPI on….!!!
Terucap lega dari bibir sang pendeta pensiun saat ajal datang
menjemput.


Berapa Besar Gaji yang Harus Anda Peroleh untuk Bisa Hidup dengan Layak?

* Written by Yodhia Antariksa
* Posted November 17, 2008 at 12:20 am

money.jpgSetiap tahun kita berharap gaji yang kita terima atau pendapatan dari usaha yang kita jalankan, bisa terus meningkat. Sebab, hey, harga barang-barang di sekitar kita terus merayap naik. Dan diam-diam tanpa kita sadari, selama dua bulan ini pendapatan kita secara riil telah merosot turun 20% — lantaran robohnya lembaran rupiah kita.

Lalu, berapa penghasilan atau pendapatan minimal yang harus kita peroleh untuk bisa hidup secara layak, ditengah kepungan angka inflasi yang tak pernah kunjung berhenti menari? 10 juta per bulan? 15 juta? Atau 30 juta? Mari kita sejenak luangkan waktu untuk dengan sungguh-sungguh menghitung berapa banyak kebutuhan hidup kita – demi meraih kehidupan yang penuh sejahtera nan bahagia……

Sebelum menelisik angka demi angka yang tersaji, ada sedikit catatan yang perlu dikedepankan. Hidup layak dalam bayangan saya adalah hidup yang cukup nyaman, mapan, dan tidak kekurangan secara finansial. Sebab dengan itu Anda baru bisa menikmati hidup dan tidur dengan nyenyak. Sebaliknya, jika Anda masih serba kekurangan, atau apalagi tiap bulan dimaki-maki debt collector lantaran tagihan kartu kredit yang macet; maka itu artinya Anda masih belum hidup layak (bahasa kampungnya : financially incompetent).

Perhitungan disini mengambil asumsi bahwa Anda sudah berkeluarga dengan dua anak (kalau Anda belum berkeluarga, maka angka-angka dibawah inilah yang kelak harus Anda penuhi). Mari kita mulai dengan biaya untuk kebutuhan hidup sehari–sehari.

Biaya Kebutuhan Hidup Sehari-hari
Berapa biaya kebutuhan hidup sehari-hari untuk sebuah keluarga dengan dua anak di kota besar seperti Jakarta atau Surabaya atau Medan? Kebutuhan sehari-hari adalah untuk makan (diselingi sebulan sekali makan sekeluarga di mal); untuk membayar iuran keamanan, bayar listrik, air PAM, langganan koran, beli sabun, rinso, odol, dan juga jajan/uang saku anak-anak serta sumbangan kanan kiri. Estimasi saya, Anda mesti mengeluarkan uang sejumlah Rp 4 juta per bulan untuk kebutuhan ini.

Biaya Pendidikan Anak
Oke, sekarang banyak sekolah SD Negeri yang gratis dan murah meriah (lantaran anggaran pendidikan yang meroket). Namun kalau Anda ingin menyekolahkan anak Anda di sekolah swasta yang kredibel (seperti Al Azhar, Lab School atau sejenisnya), plus kursus ini itu, maka dengan dua anak kita akan menghabiskan anggaran sekitar Rp 2 juta/bulan untuk investasi masa depan ini.

Biaya Transportasi dan Komunikasi
Bulan depan harga bensin akan turun (tapi cuman 500 perak, sementara tarif tol terus merambat naik…..). Dengan asumsi Anda membawa mobil ke kantor, dan biaya bensin ndak ditanggung oleh kantor; maka kita bisa menghabiskan sekitar Rp 1,5 juta per bulan untuk bensin, tol dan biaya parkir. Ditambah pengeluaran pulsa telpon dan langganan internet speedy, kita akan spend sekitar Rp 2 juta untuk pos ini.

Biaya Kredit Mobil
Beruntunglah Anda yang mendapat fasilitas car ownership dari kantor Anda…..Sebab jika tidak, atau kalau ingin menambah mobil sendiri lagi, Anda mesti mengalokasikan anggaran sekitar 130 – 200 jutaan (inilah uang yang mesti kita keluarkan untuk mobil bagi keluarga muda seperti Avanza, Toyota Rush, atau Nissan Grand Livina). Jika Anda membelinya dengan kredit (65 % masyarakat kita membeli mobil dengan kredit) serta dalam jangka 5 tahun; maka itu artinya kita mesti mengalokasikan dana sekitar Rp 4 juta per bulan untuk keperluan ini.

Biaya Kredit Rumah
Anda tidak ingin selamanya tinggal di Pondok Mertua Indah, bukan? Beruntung kalau Anda dapat warisan rumah tinggal dari bokap atau nyokap. Sebab, tempo hari saya melihat iklan sebuah rumah mungil ukuran 4 L (lu lagi lu lagi karena saking kecilnya ukuran rumah) untuk keluarga muda di area BSD (Bekasi Sono Dikit, maksudnya) sudah mencapai harga sekitar 400 juta-an. Dengan jangka waktu 10 tahun, dan dengan suku bunga yang alamak kok makin melangit, maka Anda harus mengeluarkan sekitar Rp 4 juta untuk kredit “istana peristirahatan” Anda yang lu lagi lu lagi ini.

TOTAL : Rp 16 juta per bulan. Ya, angka inilah jumlah total dari rincian pengeluaran diatas. Dan angka inilah yang menurut saya merupakan jumlah minimal yang harus Anda berdua penuhi untuk bisa membangun keluarga yang layak dan kredibel di kota besar. Bagi Anda yang sudah mendapat penghasilan diatas angka 16 juta/bulan – congratulation. Bagi yang belum, maka segeralah berpikir keras dan ambil action untuk mencari cara memperoleh extra income (dengan halal tentunya).

Sebab sebelum Anda mencapai penghasilan sebesar 16 juta/bulan, maka berdasar uraian diatas; rasanya Anda cukup pas dikategorikan “masih hidup dibawah garis kemiskinan”. Sorry to say…….but that’s fact of life, my friends.

Note : Jika Anda ingin mendapatkan file powerpoint presentation mengenai management skills, strategy, marketing dan HR management, silakan datang KESINI.

1 komentar:

  1. Halo
    Ibuku Isabella, pemberi pinjaman pinjaman pribadi, saya meminjamkan uang kepada orang-orang yang membutuhkan bantuan keuangan mendesak, dan mereka yang telah ditolak kredit dari bank karena skor rendah kredit, pinjaman usaha, pinjaman pendidikan, kredit mobil, kredit rumah, perusahaan kredit dan banyak lebih, atau Anda ingin membayar utang atau biaya, atau sebelumnya Anda telah scammed oleh pemberi pinjaman uang palsu? Selamat Anda sekarang berada di tempat yang tepat, dengan ISABELLA MORGAN KREDIT LAYANAN, layanan pinjaman handal, yang menyediakan pinjaman pada tingkat bunga yang sangat rendah dari 2%, kami datang untuk mengakhiri semua masalah. kita menggunakan media ini untuk memberitahu Anda bahwa kami memberikan bantuan rahasia dan akan bersedia untuk menawarkan pinjaman. Jadi hubungi kami hari ini via email di: isabellamorganloanservice@gmail.com
    Kami Apakah di sini untuk melayani Anda lebih baik !!

    BalasHapus